Minggu, 19 Desember 2010

Mengenang Alam yang Dilupakan Manusia Setelah Mereka di Dunia; Rahim!

Resensi oleh Prazetya Belati Putra



"Memberi adalah mendapatkan lebih” -Fahd Djibran-

Mendengarkan cerita dongeng, menurut sebagian orang merupakan hal yang sungguh menyenangkan. Jargon klasik sebagai ‘cerita pengantar tidur’ telah begitu lekatnya disematkan pada jenis cerita yang satu ini. Namun apa jadinya jika cerita dongeng tersebut bercerita perihal sebuah kejadian yang sebenarnya pernah di alami oleh hampir semua manusia (kecuali Adam, si Manusia pertama! -pen) sebelum mereka terlahir di dunia?

Fahd Djibran, salah satu dari jutaan penulis imajinatif, kali ini mampu menuangkan dokumentasi fiktif nan ilmiah dalam karya fenomenal nya yang berjudul Rahim. Novel ini bercerita tentang ‘Seseorang’ (kita anggap saja tokoh ini demikian -pen) yang bernama ‘Dakka Madakka’, yang berasal dari sebuah tempat yang bernama ‘Ura’, dengan profesi unik nya sebagai ‘Pengabar Berita dari Alam Rahim’. Dengan tugasnya tersebut, ia mengemban amanah dari ‘Kerajaan Semesta’ untuk mengabarkan sebuah berita dan cerita, tentang bagaimana alam rahim itu sesungguhnya. Menurutnya, tugas ini diemban dengan adanya sebuah ‘krisis’ yang terjadi di alam rahim tersebut, dikarenakan perkembangan dunia modern (di alam dunia -pen) yang seakan-akan menafikkan keberadaannya.

Alam Rahim yang sejatinya merupakan tempat persinggahan manusia selama kurang lebih sembilan bulan sebelum mereka terlahir ke Alam Dunia, menjadi sedemikian mudahnya dilupakan, atau bahkan disangkal oleh sebagian manusia ketika mereka telah terlahir dan hidup di Alam Dunia yang kita tempati ini. Dan melalui dongeng dalam buku inilah, Fahd (dengan dibantu tokoh Dakka tersebut) mencoba meyakinkan kembali para manusia, bahwa sebenarnya Alam Rahim merupakan salah satu bagian dari Kerajaan Semesta, yang terdiri dari; Alam Roh, Alam Rahim, Alam Dunia, Alam Pasca Dunia, dan terkahir Alam Akhirat. Fase-fase tersebut, terutama Fase Alam Rahim, kembali di kabarkan oleh Dakka (sebagai Pengabar Berita dari Alam Rahim) melalui buku ini kepada para pembaca dengan gaya bahasa yang terkesan begitu akrab.

Narasi fiktif dari dongeng pada buku ini, pada beberapa bagian menjadi terkesan begitu serius dengan adanya beberapa Regulasi berupa Undang-undang (UU) dari Alam Rahim, yang dipaparkan oleh Dakka kepada para pembaca, yang mampu membuat para pembaca mampu untuk menembus selubung imaji mereka untuk mem-visualisasikan kepada diri mereka masing-masing, tentang keberadaan Alam Rahim beserta perangkat otoritas di dalamnya.

Di satu sisi, beberapa bagian selain porsi dongeng dalam buku Rahim ini, kiranya mampu menjadi semacam panduan atau tutorial bagi para calon ayah, tentang pemaparan keadaan yang akan di hadapinya, sejak berita kehamilan sang istri, hingga pada proses persalinannya. Selain itu, penjelasan secara biologi dan ilmiah yang begitu khas kedokteran, tentang bagaimana seluk-beluk Alam Rahim, dijelaskan secara cukup mendetail oleh Fahd pada karyanya yang satu ini. Di satu sisi, buku ini memang hanya buku dongeng, namun terbuka sebuah kemungkinan besar bagi para mahasiswa jurusan kedokteran (terutama dokter kandungan), serta fakultas-fakultas sejenisnya, untuk ‘mencuri’ beberapa materi perkuliahan mereka pada buku ini.

Dalam cerita di buku berjudul Rahim ini, terselip dialog-dialog fiktif antara roh si calon bayi dalam kandungan dengan tokoh Dakka. Ada juga tokoh kucing bijaksana dengan kata-kata mutiaranya yang begitu ‘enlightment’ bagi para pembaca. Serta serangkaian kisah-kisah yang mampu menghantam nalar para pembaca dengan petuah-petuah bijaknya, yang sepertinya sengaja ditampilkan oleh Fahd dalam karyanya kali ini, sebagai kesatuan wujud propaganda yang mampu mengingatkan kita tentang pemaknaan hidup masing-masing secara personal di dunia kita hari ini.

Dan pastinya, satu kata yang tidak boleh dilupakan dalam rangkaian dongeng pada buku Rahim ini pun tak luput pula untuk dibahas; Ibu! Satu kata yang mewakili personifikasi seorang wanita, dimana isi perut nya (rahim), merupakan sebuah tempat yang menjadi kediaman bagi para si calon bayi selama sembilan bulan berada dalam kandungannya. Kisah tentang keberadaan ‘Kuil Kesedihan di Alam Rahim’ dan curahan air mata seorang ibu ketika merasa tersakiti oleh anak kandung nya ketika hidup di dunia, seakan cukup bagi Fahd untuk menjadikannya bahan baku demi membuat sebuah ‘palu godam’ yang akan menggedor hati, otak, dan logika para pembaca, ketika menelusuri paragraf- paragraf yang bercerita tentang sosok seorang ibu pada kisah dalam buku ini. Dan kiranya, kisah-kisah serta pemaparan pada bagian-bagian yang bercerita tentang sosok ibu ini mampu menjadi bahan introspeksi bagi para pembaca, untuk kembali merenungi apa yang telah mereka perbuat kepada ibu nya masing-masing. Sekedar sebagai pengingat dan alasan untuk ‘para anak’ agar kembali menghormati, menghargai, dan mencintai kasih sayang ibunya masing-masing, Fahd mampu berperan bagi kesemua hal tersebut melalui kisah-kisah imajiner pada karya nya yang satu ini, Rahim!

Selamat terpana dengan membaca dongeng yang satu ini!

1 komentar:

  1. Saya nggak akan pernah lupa dengan waktu 'spesial' yang saya habiskan bersama novel ini.
    :)

    BalasHapus