interview with woman.kapanlagi.com
KapanLagi.com - Fahd Pahdepie, sosok pria kelahiran Cianjur, 22 Agustus 1986 yang ramah ini, bagi sebagian orang tentu sudah tidak asing, apalagi bila Anda adalah sosok yang gemar membaca buku. Ya, benar, pria yang lebih populer dengan nama Fahd Djibran ini sempat menelurkan beberapa novel, di antaranya KUCING, BEING A SUPERSTAR,REVOLUSI SEKOLAH, INSOMNIA-AMNESIA: CATATAN MAHASISWA INSOMNIA BAGI BANGSA YANG AMNESIA, dan masih banyak lagi. Baru-baru ini, Fahd menelurkan sebuah buku dongeng berjudul RAHIM: SEBUAH DONGENG KEHIDUPAN, dan tak mau ketinggalan, Woman sempat mencuri waktu Fahd untuk menceritakan sebagian kecil inspirasi dari buku yang wajib dibaca ini. Yuk, ikuti cerita Fahd di balik buku RAHIM.
Fahd dan inspirasi tulisan
Woman: "Sejak kapan sih kamu suka menulis?"
Fahd: "Suka menulis sebenarnya sejak kecil, puisi pertamaku dimuat di PeeR Kecil (suplemen anak koran Pikiran Rakyat di Bandung) waktu aku masih kelas 3 SD. Sejak itu jadi suka menulis, sesekali ikut lomba-lomba. Sering kalah, beberapa kali menang. (tertawa). Tapi mulai serius menulis mungkin sejak SMA; sejak punya hobi menulis surat (cinta). Dulu sms dan internet belum merajalela, surat menjadi medium paling asyik untuk mengekspresikan perasaan dan gagasan."
Woman: "Ada nggak yang pernah protes tentang hobby menulis kamu?"
Fahd: "Rasanya nggak ada. Orang tua dan orang-orang terdekatku mendukung. Cuma, waktu SMA karena sering nulis hal-hal yang berbau kritik pada sekolah, aku pernah dipanggil kepala sekolah, diprotes dan diancam agar tak menulis lagi. Tapi orang yang suka baca tulisanku lebih banyak daripada kepala sekolah (kepala sekolah cuma 1). Cerita lengkap tentang ini aku tulis jadi buku, judulnya Revolusi Sekolah dan diterbitkan penerbit DAR!Mizan. Buku itu ditulis waktu masih kelas 3 SMA."
Woman: "Di usia kamu yang masih muda, kamu cukup produktif menghasilkan tulisan. Memangnya, dari mana sih inspirasi tulisan kamu?"
Fahd: "Dari mana saja. Hasil ngobrol atau diskusi dengan orang, cerita orang, menonton film, jalan-jalan, pergi ke mal, ke gunung, ke pasar, ke mesjid, ke mana saja, tapi terutama dari membaca buku-buku."
Woman: "Lantas, apa yang bikin kamu semangat menulis?"
Fahd: "Aku sering bilang gini, menulis adalah 'kesadaran sejarah'. Tulisan membuat pikiran dan perasaan jadi abadi, melintasi ruang dan waktu. Mungkin Einstein atau Newton sudah meninggal puluhan tahun lalu, tetapi kita masih bisa menengok gagasan dan pikirannya hingga saat ini. Pablo Neruda atau Chairil Anwar mungkin sudah tiada, tapi kita bisa mengetahui perasaan mereka tentang sesuatu dari apa yang mereka tuliskan. Scripta manent verba volant, kata pepatah Latin, apa yang terucap akan pergi bersama angin sedangkan apa yang tertulis akan abadi. Waktu sekolah aku suka ke perpustakaan dan membaca buku-buku. Aku membaca buku apa saja. Aku jadi tahu apa yang dipikirkan Soekarno muda saat ia berusia 30 tahun, aku tahu apa yang dipikirkan Natsir muda, lewat buku-buku mereka. Tapi sialnya, aku tak tahu apa yang dipikirkan kakekku ketika ia masih muda. Kita hanya bertemu sebentar dan beliau keburu meninggal. Apa masalahnya? Usut punya usut, ternyata masalahnya satu: Soekarno dan Natsir menulis, sementara kakekku tidak. Kakek tak sempat meninggalkan selembar pun tulisan buat penerusnya. Akhirnya, aku lebih mengenal siapa Soekarno, siapa Natsir, siapa Hatta, siapa Marx, siapa Borges, daripada kakekku sendiri. Lalu, apa yang bikin aku semangat menulis? Kelak, kalau sudah tua dan meninggal, aku nggak mau cucuku lebih mengenal orang lain daripada kakeknya sendiri. Cucuku, paling tidak, harus tahu apa yang dipikirkan kakeknya ketika dia masih muda. Itulah kesadaran sejarah."
Rahim, sebuah inspirasi dari 'makhluk Mars' Woman: "Dari mana sih bisa menulis RAHIM ini?"
Fahd: Sebenarnya sudah sejak lama aku pengin nulis novel, tapi belum kesampaian. Riset-riset dan berbagai bahan sudah dikumpulkan sejak lama, tapi bingung mau menulis apa untuk novel. Lagi pula aku pengin novel yang berbeda, novel yang nggak biasa dan jarang ditulis penulis lainnya di Indonesia—tema maupun gayanya. Kenapa akhirnya RAHIM? Empat bulan setelah pernikahanku, istriku dinyatakan positif hamil. Aku senang bukan main. Lalu aku membayangkan ingin berkomunikasi dengan janin anakku di dalam rahim istriku dengan apa yang aku pikirkan sekarang. Tapi kan nggak bisa. Makanya aku menuliskannya, dongeng untuk anakku sendiri yang kelak bisa ia baca kalau sudah besar. Nak, seolah-olah aku ingin bilang begitu, inilah yang dipikirkan ayahmu tentang apa yang terjadi di alam rahim saat kau dinyatakan ada di rahim ibumu. Awalnya begitu. Tapi rupanya idenya berkembang, akhirnya aku tuliskan menjadi sebuah novel yang bisa dibaca siapa saja. Anak-anak maupun orang dewasa. Aku lebih senang menyebutnya dongeng ketimbang novel. Tujuan yang lain: istriku nggak suka baca, ia hanya mau baca tulisanku, entah kenapa (tertawa). Nah, aku pikir istriku harus tahu tahap-tahap apa saja yang terjadi di setiap fase pertumbuhan janin di rahimnya (secara ilmiah-kedokteran)… agar dia mau baca itu, aku buatkan dongeng ini untuknya..."
Woman: "Kamu adalah seorang pria, tetapi mengapa justru memilih topik soal RAHIM yang notabene dunia wanita, bukan dunia pria?"
Fahd: "Aku nggak setuju ya kalo rahim itu hanya soal dunia wanita, rahim adalah dunia siapa saja. Perempuan atau laki-laki. Oh ya, aku lebih suka dengan kata 'perempuan' ketimbang kata 'wanita'. Jadi aku akan sebut 'perempuan'. Setiap orang pernah ada di sana selama kurang lebih 9 bulan sebelum terlahir di dunia. Jadi, itulah yang ingin aku ceritakan, ingatkan, dan maknai. Ada yang kita lupakan dari semua itu. Sesuatu yang penting, tonggak pertama perjalanan hidup kita. Bagiku, 'rahim' bukan sekadar 'organ' di tubuh perempuan—lebih dari itu, rahim adalah rumah suci pertama tempat Tuhan menitipkan kasih sayangnya berupa hidup pada kita semua."
Woman: "Selama penyelesaian buku RAHIM ini adakah kejadian lucu dan unik yang terjadi?"
Fahd: "Kejadian lucu mungkin nggak ada ya, mungkin lupa, tapi kejadian unik ada. Setelah naskah RAHIM jadi draft pertama, ceritanya aku bagikan pada beberapa pembaca pertama (dibantu sama manajemenku juga, KEA). Nah, respon para pembaca pertama ini unik-unik. Ada yang mengaku tersiksa semaleman karena harus repot nyari tissu tengah malem gara-gara nangis terus baca RAHIM. Ada pembaca pertama perempuan yang perokok, setelah baca RAHIM, dia memutuskan untuk berhenti merokok karena takut merusak Alam Rahim di rahimnya. Ada pembaca yang bertahun-tahun tidak pulang menemui orang tuanya, langsung memutuskan untuk pulang menemui orang tuanya. Ada pembaca yang nggak mau menikah karena berbagai alasan, tiba-tiba mengutarakan keinginannya untuk menikah. Ada yang sudah lama marahan sama ayahnya, ingin mengakhiri hubungan buruk mereka dan saling memaafkan.
Woman: "Apa pendapat bang Fahd tentang para Ibu yang tidak memperlakukan buah hatinya dengan baik, sejak dalam kandungan hingga lahir?"
Fahd: "Nah, ini yang membuatku miris. Para ibu seperti ini harus diberi pengertian. Mungkin mereka nggak tahu bahwa 'perlakuan', 'sikap', 'perkataan';, dan segala hal yang ia lakukan semasa hamil sangat mempengaruhi perkembangan bayinya. Ini juga jadi salah satu alasanku menulis RAHIM, harus lebih banyak orang yang diberitahu bahwa kehamilan bukan sekadar konsekuensi reproduktif dari sebuah relasi seksual, tetapi 'seluruh kehidupan' yang dititipkan Tuhan di rahim suci seorang perempuan. Kehidupan itu adalah kasih sayang tuhan. Ya, kasih sayang, dalam bahasa Arab itu disebut rahim. Itulah mengapa nama lain Tuhan juga Ar-Rahim, Sang Maha Penyayang. Di sini, aku berkesimpulan, mereka yang menyia-nyiakan kehamilan adalah mereka yang menyia-nyiakan hidup, menyia-nyiakan Tuhan. Tapi itu hanya pendapat, boleh setuju boleh juga enggak."
Woman: "Pesan apa sih yang sebenarnya ingin kamu sampaikan lewat buku RAHIM ini?"
Fahd: "Itu tadi, aku sudah sebutkan di atas. Rahim adalah nama lain dari Hidup, dari Tuhan. Kita harus benar-benar menjaga kesakralannya. Caranya, jangan main-main dengan rahim suci perempuanmu! Sekarang banyak anak muda melakukan seks bebas dan dengan mudah melakukan aborsi, aku ingin katakan di buku ini: jangan lakukan itu. Sekarang 115 ribu bayi terbunuh setiap hari, artinya ada 42 juta bayi korban aborsi setiap tahun. Andai kita bisa lebih menghargai hidup, memahami kesucian rahim, itu semua tak akan terjadi. Kita akan bisa menjaga sikap dan perilaku. Ada sebagian orang menganggap cita-citaku ini naif. Aku bilang, biar saja. Aku tetap menganggap pesan ini penting untuk di sampaikan. Sebenarnya ada satu lagi. Aku curiga saja, jangan-jangan relasi buruk orang-tua anak atau sebaliknya, adalah muasal dari banyak petaka yang ada; kebobrokan moral, eskaliasi kekerasan, eskalasi kejahatan, dan seterusnya. Seperti dikatakan Rasulullah dalam sebuah hadits. Aku membayangkan sebuah situasi di mana setiap anggota keluarga memiliki hubungan yang baik satu sama lain (ayah dengan ibu, orang tua dengan anak, kakak dengan adik, dan seterusnya), aku yakin keburukan akan bisa kita tolak, setidaknya kita minimalisir."
Bagian menarik dari RAHIM Woman: "Dari mana inspirasi tokoh-tokoh seperti Tuan Kucing yang Bisa Berbicara, Ikan Mas yang Bekerja Sebagai Koki, Amadeus, Aynu Si Gadis Buta Penunjuk Jalan, Profesor Waktu, Nenek Olav, dan Mahavatara. Mengapa harus mereka? Adakah cerita di balik pemilihan tokoh tersebut?"
Fahd: "Wah, dari mana ya? Yang jelas, karena ini dongeng aku merasa perlu menghadirkan tokoh yang unik dan imajinatif. Ada beberapa pengaruh dari cerita-cerita dongeng yang aku baca juga. Tetapi setiap karakter aku buat seimajinatif mungkin dan sebenarnya memiliki makna tersendiri. Misalnya Aynu si Gadis Buta. Aynu dalam bahasa arab artinya mata. Aku sebenarnya ingin menunjuk pada situasi mata yang buta. Punya mata tetapi tak bisa melihat. Kita semua sering seperti itu. Mata kita nggak berfungsi dengan baik saat harus melihat kebenaran. Misalnya, mengapa kita menilai seseorang hanya sebatas dari yang kita lihat di permukaannya; pakaiannya, penampilannya, dan lainnya. Yang nggak jarang membuat kita tertipu. Kita seperti orang buta. Nah, setiap tokoh punya maknanya sendiri. Coba cari tahu artinya dalam bahasa lain atau asosiasikan dengan tokoh lain, karakter binatang, dan seterusnya. Pasti ketemu. Aku sengaja membuatnya begitu. Kalau aku tafsirkan di sini jadi nggak seru lagi. Silakan temukan maknanya sendiri."
Woman: "Apa yang ingin kamu sampaikan khususnya pada ibu kamu saat ini?"
Fahd: "Ibuku, tentang sikapku, tentang salahku, tentang sifatku, dan segala hal dalam hidupku yang bersinggungan denganmu, terima kasih dan maaf. Kaulah kecintaanku, perempuan yang akan kusayangi sampai aku mati." Sebagaimana yang aku tulis di RAHIM.
Woman: "Bagian mana dari buku RAHIM yang paling kamu suka?"
Fahd: "Aku menangis saat menuliskan bab Ibu dan Ayah. Ketika menuliskannya, aku sangat emosional. Konon, para pembaca juga menangis saat membaca dua bab ini. Aku hanya ingin bilang, aku pun menangis saat menuliskannya. Aku percaya sebuah teori; apa yang datang dari hati akan sampai ke hati. Tapi, kalau ditanya bab mana yang paling aku sukai? Aku suka bab yang menceritakan pertemuan si bayi dengan Mahavatara, bab berjudul Persiapan. Kenapa? Temukan sendiri jawabannya. Bacalah RAHIM. Temukan maknanya." (wo/bee)
sumber: http://woman.kapanlagi.com/inspiring/people-we-love/5157-rahim-bang-fahd-menginspirasi-wanita-indonesia.html
Senin, 26 Juli 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar