Review by Harun Harahap (GoodReads)
”Suara, nyanyian, musik, gunung, pantai, langit, padang pasir, laut yang membuat mereka indah sesungguhnya hal yang tidak kelihatan. Matahari juga tak bisa ditatap langsung oleh mata, tetapi yang membuatnya indah bukan hal yang bisa ditatap langsung oleh mata kan? Selalu ada sesuatu. Sesuatu yang misterius tetapi sangat bermakna. Itulah yang harus kau temukan… Keindahan bukanlah yang kau dengar atau lihat. Keindahan adalah yang kau rasakan. Jauh sampai ke dalam hati.” (Hal.143)
Sebuah kutipan menarik dari novel “Rahim” karya Fahd Djibran. Saat pertama kali melihat novel ini, saya langsung memberikan minimal 2 bintang untuk novel ini. Tampilan depan yang sangat menarik, panduan antara gambar yang bagus dan siluet perempuan hamil yang bila dibuka terdapat gambar tahapan pertumbuhan seorang bayi. Di dalam novel ini juga terdapat gambar-gambar yang mendukung visualisasi cerita. Tulisan yang sedikit lebih besar dari biasanya dan kutipan yang disajikan dalam halam sendiri membuat ini makin menarik minat untuk menikmati tiap lembarnya.
Novel ini khas Fahd Djibran. Selalu mengajak kita merenung dan memikirkan kembali sesuatu dengan sudut pandang yang berbeda. Novel ini mempunyai tokoh utama bernama Dakka, Pengabar Berita dari Alam Rahim. Dia menceritakan kejadian dari tiap tahap pertumbuhan, dari segumpal darah hingga ia pergi meninggalkan Alam Rahim menuju ke Alam Dunia. Menurut saya, Fahd sukses meramu antara pengetahuan ilmiah dengan filsafat kehidupan. Novel ini membuat pikiran kita berbeda dalam memaknai tiap kejadian.
Hal yang menarik dalam buku ini kita bisa merasakan bagaimana perasaan seorang Ibu sangat mengandung anaknya. Fahd membuat tulisan yang sangat bagus mengenai Ibu pada halaman 187:
”Kau tahu, bila kau diberi kesempatan untuk mengikuti seluruh gerak-gerik Ibumu ketika mengandungmu, melihat seluruh sketsa hidup yang ia jalani bersamamu di perutnya, kuyakinkan kepadamu bahwa ia melakukan segala hal yang terbaik yang bisa ia lakukan untuk menjagamu, merawatmu, memberikan segala yang terbaik untukmu.”
Fahd mengingatkan saya sendiri untuk selalu menghargai dan menghormati Ibu. Ibu saya mengandung saya lebih lama dari Ibu lainnya. Dia mengandung saya kurang lebih selama sepuluh bulan dengan berat lahir 4.6 kilogram. Fahd mengingatkan saya betapa sulit ibu saya menjalani aktivitas dengan keberadaan saya dalam perutnya. Semalam saya bertanya khusus kepadanya, ”Ribet ya ma? Berat bawa aku kemana-mana?”. Lalu ia menjawab, ”Berat sih iya, tapi santai aja tuh.” Jawaban sederhana tetapi penuh makna di belakangnya. Bahkan saya tak perlu melanjutkan bagaimana proses persalinan yang dialaminya untuk mengetahui seberapa besar perjuangan yang telah Ibu lakukan.
Perjuangan yang saya pun entah sanggup menjalaninya. Lalu dengan jahatnya kita setelah beranjak besar berani menyakiti hatinya. Fahd menulisnya dengan tepat pada halaman 194:
”Dialah ibumu, ibunda darah dagingmu. Diaalh Ibu kandungmu, Ibunda kehidupanmu. Lalu yang selalu membuatku heran, mengapa setelah kau dewasa dan merasa bisa mengurusi kehidupanmu sendiri kau akan melupakan semuanya? Melupakan segala kebaikan hati dan pengorbanannya? Dan kau berani memarahinya, membuatnya menangis dan bersedih, mengecewakan hatinya dan melukainya? Gerangan virus jahat macam apakah yang merasuki pikiranmu, membutakan hatimu?”
Peran ayah pun tak dilupakan pada novel ini. Ayah yang merelakan perhatian istrinya terbagi untuk anak-anaknya. Ayah yang berusaha untuk mendapatkan yang terbaik untuk anaknya, Ayah yang kesannya jauh dari jangkauan tapi menyayangi anaknya dengan sepenuh hatinya. Ayah yang rela dibenci anaknya karena bersikap tegas dan disiplin demi kehidupan yang lebih baik untuk anaknya di masa depannya kelak. Ada ketidaksetujuan saya dalam tulisan Fahd di halaman 255, ” Ayahmu barangkali bukan ayah yang terbaik di dunia,, tetapi ia selalu berusaha melakukan dan memberikan segala hal yang terbaik untukmu-sejauh yang ia bisa.” Menurut saya jika dia telah berusaha sejauh yang ia bisa, maka dialah Ayah terbaik di Dunia. Ayah saya, ayah anda dan ayah orang lain merupakan Ayah yang terbaik di dunia.
Ada bagian yang menarik dalam novel ini berupa surat bayi perempuan yang diaborsi ibunya. Isinya sangat menyayat hati dan membuat kita menyesali perbuatan aborsi yang banyak para wanita lakukan. Banyak pasangan suami istri yang tak kunjung mendapatkan seorang anak rela memberikan hartanya untuk mendapatkannya. Maka ketika ada kasus aborsi, muncullah pertanyaan di benak mereka apa sebenarnya rencana Tuhan?
Sebuah novel karya Fahd Djibran yang sangat layak untuk dibaca oleh kita semua, Tak peduli tua atau muda, sudah menikah atau belum. Fahd mengajak kita untuk melihat semuanya dari hati bukan dari mata. Seperti kutipan dalam novelnya:
”Tak semua jalan yang terlihat akan membawamu pada jalan yang benar. Kadang jalan yang benar adalah jalan yang tak terlihat oleh matamu. Jangan biarkan matamu yang memutuskan kemana kau akan pergi, biarkanlah hatimu yang memutuskan kemana kau ingin pergi.” (Hal.157)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
gemetar....itu yang hanya bisa saya tuliskan disini. sebab semua sendi-sendi ini bergetar saat mulai meraba satu persatu kata yang tersusun dalam RAHIM.
BalasHapusmaju terus mas FAhd,,tebarkan penawar-penawar racikan mu demi satu nama; KEBAIKAN!!!