Review by Truly Ruidono
Judul : Rahim
Pengarang : Fahd Djibran
Editor : Nita Taufik
Ilustrasi : Adriane Yunita
Penerbit : Goodfaith
Tahun : Juni 2010
Ketebalan : 316
ISBN : 978-602-9600-2-5
Kakang kawah, Adi Ari-ari…..
Sejak kecil, sudah sering kudengar orang-orang disekitar mengucapkan kalimat itu sambil mengelus-elus perutnya dimana sang jabang bayi berada. Baru belakangan aku mengerti maknanya. Dan buku ini, memberikan nuansa makna yang berbeda mengenai tempat dimana sebuah kehidupan dimulai.
Buku ini mengisahkan tentang perjalanan seorang bayi di Alam Rahim. Rahim adalah nama lain Alam Semesta. Dongeng ini ditulis berdasarkan kisah yang disampaikan oleh Pengabar Berita dari Alam Rahim, Dakka Madakka kepada sang bayi. Dakka Madakka berpawakan agak pendek, berkulit hitam, menggunakan pakaian yang agak aneh dengan manik-manik menyala di dadanya dan bertuliskan AR (alam Rahim), serta berjalan etrgesa-gesa dan kondisi kaki kanan agak pincang. Dakka berasal dari suatu tempat dimana matahari terbit agak terlambat tiga puluh lima detik dan terbenam lebih cepat tiga ratus lima puluh detik.
Di Alam Rahim, ukuran tubuh sang jabang bayi berkembang dengan sangat cepat menjadi empat kali lipat lebih besar dari bentuk semulanya. Disana juga ada Menteri Khusus Urusan Mimpi Kerajaan Alam Rahim yang bertugas meracik makanan rahasia. Jika dimakan maka akan menyebabkan tidur juga membawa bayi yang tidur kemanapun ia mau.
Profesor Waktu yang bertugas di Alam Rahim menyebutkan angka 24.471.165 detik. keseluruhan waktu setara dengan 9 bulan, 13 hari, 5 jam,32 menit dan 45 detik. Semuanya terlihat cepat! Mengingat 1 detik di Alam Rahim sama dengan 1 menit di Alam Dunia . Bayangkan selama ibu seorang ibu harus membawa beban sekian kilo di tubuhnya. Beban yang dibawa dengan rasa syukur dan kasih sayang.
Saya jadi teringat sebuah pengalaman pribadi beberapa tahu lampau. Sebagai anak tunggal, jagoan neonku sering tanpa sengaja mendapat perhatian dan perlakuan ekstra hingga membuatnya sedikit egois. Saat keinginannya tidak terpenuhi maka bisa timbul aksi unjuk rasa. Untuk membuatnya mengerti sesuatu hal tidak bisa dengan kata-kata namun harus dengan penjelasan sebab-akibat dan contoh kongkrit.
Suatu saat badanku sedang letih tak tertahan, dan ia memaksaku untuk menemaninya ke mall. Segala rayuan tidak mempan, memberikan pengertian lelah juga tidak bisa. Akhir sebuah kompromi disepakati. Anggap saja lelahku ini seperti ibu hamil, maka cobalah mengikat bantal kecil ke badan selama sekian jam tanpa dilepas. Jika ia mampu maka aku berjanji akan menemaninya ke mall dan membelikan makanan kesukaannya.
Untuk sekian menit bertama, wajahnya masih menunjukkan keceriaan, ada permainan baru baginya. Satu jam pertama, tawar menawar mulai dilakukan. Ia merayuku agar boleh melepas bantal kecil itu sebentar dengan alasan mau ke kamar kecil, tentunya ku tolak. Ku terangkan bahwa selama 9 bulan aku selalu membawanya kemanapun, dari ke kentor hingga mandi, Dalam kondisi sehat maupun sakit Akhirnya baru 2 jam ia menyerah dan mau memahami bagaimana pengorbanan seorang ibu membawa bayi dalam rahimnya selama 9 bulan! Tapi namanya juga anak-anak , sikap manisnya itu, maksudnya sangat manis hanya bertahan seminggu! Walau kembali ke sifat asal, namun terus terang ia sedikit berubah.
Setiap bab dalam buku ini diakhiri dengan sebuah paragraph yang berisi kalimat yang patut direnungi maknanya. Selain itu terdapat juga karikatur yang sangat sesuai dengan isi yang terkandung dalam bab itu. Namun yang sama, disetiap akhir bab ada gambar perjalanan sang jabang bayi.
Buku ini sarat akan makna kehidupan. Setiap individu diharapkan setelah membaca buku ini akan mensyukuri keberadaannya serta mensyukuri kehidupan yang dititipkan dalam wujud anak kepada mereka. Bacaan yang sangat cocok dibaca untuk para wanita serta para calon ayah bahkan yang sudah menjadi ayah.
Cocok juga untuk diberikan kepada buah hati . Belakangan banyak sekali anak-anak yang tak menghargai ibunya. Anak-anak yang tak menyayangi ibunya, yang sama sekali lupa bahwa mereka pernah meminjam setengah nyawa ibunya ketika hidup selama sembilan bulan di dalam kandungan ibunya.
Kembali saya teringat cerita seorang sahabat. Ia dengan bangganya bercerita, saat melahirkan anak pertama, sang suami ikut menemani ke dalam kamar bersalin. Sang suami membantunya mengatasi rasa sakit dengan merelakan tanganya dipegang sedemikian kuatnya hingga lecet-lecet kena kuku. Sang suami juga melihat bagaimana bayi merah itu dibersihkan sebelum diberikan untuk di Adzan-kan. Sejak saat itu kasih sayang sang suami kian melimpah.
Namun…, beberapa tahun kemudian kami mendapat khabar jika rumah tangga mereka sudah berakhir. Saat bertemu sang sahabat hanya tertawa ketika ditanya kepastian berita itu. Hal ini tentunya aneh mengingat baru beberapa waktu yang lalu sang suami selalu memuji perjuangan sang istri saat melahirkan.
“Seandainya ada sebuah buku atau semacam kenangan yang bisa mengingatkan bagaimana perjuangan seorang ibu saat mengandung dan melahirkan anak, tentunya ia tidak akan pernah lupa dan berbuat yang aneh-aneh” Kata sahabatku sambil berkaca-kaca. “ Sudah melihatku berjuang saja ia masih macam-macam bagaimana jika tidak” Sambungnya lagi. Kami hanya bisa terdiam tidak tahu harus berkata apa.
Satu-satunya kekurangan dari buku ini buat saya adalah pengurangan cerita mengenai betapa cepatnya waktu berjalan di Dunai Rahim. Entah untuk penegasan atau dilakukan tanpa sengaja, namun sepertinya cukup jika diuraikan satu kali saja, sehingga kesan dramatisnya lebih terasa.
Dari keseluruhan buku, kalimat yang saya paling suka adalah : “ Memberi adalah mendapatkan lebih” Serta “Para ibu memberikan setengah nyawanya untuk sang jabang bayi selama berada di Alam Rahim”
Bintang 5 untuk buku ini
Jika anda para Ibu/calon ibu, buku ini sangat perlu dibaca!
Eh lupa................, di rekomendasikan oleh Kick Andy lho....!
Senin, 12 Juli 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar